Minggu, 03 Agustus 2008

Analisis Putusan Kasus Illegal Logging PT. Rimba Kapuas Lestari (Buntia)

Oleh : Firandha SH

A. PENDAHULUAN

1. Latar Belakang
Pengadilan dalam memberikan putusan tidak hanya menciptakan kepastian hukum tetapi juga keadilan bagi semua pihak. Akan tetapi pada hakekatnya, nilai keadilan dalam masyarakat sangat sulit didapat, yang mana didalam peradilan terdapat permainan para penegak hukum itu sendiri sehingga sering kali terdakwa dengan kasus berat dapat lolos dengan hukuman yang ringan dan bahkan dapat berakhir dengan putusan bebas.
Seperti halnya dalam kasus Buntia yang merupakan Direktur PT. Rimba Kapuas Lestari, keputusan Hakim sangat tidak sesuai dengan perbuatan yang dilakukan oleh Buntia, dimana dapat diketahui secara umum bahwa Buntia merupakan salah satu pelaku illegal logging di Kalbar yang telah melakukan penebangan dikawasan hutan lindung bukit Punai Laki Kab.Sintang.
Putusan yang dijatuhkan oleh Hakim tidak menyinggung sama sekali masalah penebangan dikawasan hutan lindung akan tetapi lebih menjurus kepada memasukan alat berat ke dalam kawasan hutan.

2. Tujuan
Adapun yang menjadi tujuan dalam penulisan ini adalah untuk mengetahui bukti dan saksi yang dijadikan hakim sebagai bahan pertimbangan untuk memberikan putusan kepada terdakwa yang telah melakukan tindak pidana Illegal logging. Serta untuk membandingkan keterangan saksi-saksi pada berkas tuntutan dan diberkas putusan pengadilan.

3. Metodelogi
Dalam penulisan ini salah satu alat pengumpulan data yang digunakan melalui study refrensi. Dimana data yang didapat dari media elektronik (internet) dan dari LSM terkait yang melakukan penelitian dan investigasi terhadap kasus ini. Dan data yang didapat dalam tulisan ini merupakan perbandingan dari surat tuntutan dengan Putusan Pengadilan.

Posisi Kasus
Tian Hartono alias Buntia merupakan Direktur dari PT. Rimba Kapuas Lestari (RKL), yang didirikan sesuai akta pendirian PT. RKL No. 163 tanggal 21 Februari 2002 telah mengajukan permohonan untuk memperoleh surat Ijin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu (IUPHHK) yang kemudian keluarlah Surat Keputusan Bupati Sintang No. 189 tahun 2002 tanggal 14 Mei 2002 tentang Ijin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu (IUPHHK) seluas 41.090 Ha di Kecamatan Sepauk Belimbing dan Ambalau kabupaten Sintang.
Setelah Buntia mendapatkan SK Bupati No. 189 tahun 2002 tanggal 14 Mei 2002 tentang Ijin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu (IUPHHK) seluas 41.090 Ha di Kecamatan Sepauk Belimbing dan Ambalau kabupaten Sintang, Buntia tidak memenuhi kewajibannya selaku pemegang ijin usaha pemanfaatan hutan sebagaimana mestinya.
Tanpa melakukan kegiatan dan kewajiban-kewajiban yang telah ditentukan, kemudian Buntia mengajukan surat no : 98.1/RKL/XI/2003 tanggal 10 Nopember 2003 kepada Bupati Sintang Perihal Permohonan Penilaian Dan Pengesahan Buku Usulan RKTUPHHK tahun 2004 dengan melampirkan peta RKT 2004 seluas 41.909 Ha yang dibuat sendiri dan tidak didasarkan pada Peta Dasar Areal Kerja, sedangkan lokasi kegiatannya bukan dalam kawasan hutan produksi (HPK) akan tetapi masuk dalam kawasan hutan lindung.
Setelah terdakwa memperoleh Keputusan Bupati Nomor 190 Tahun 2004 Tentang Pengesahan Buku Rencana Kerja Tahunan Pengesahan Hutan Tahun 2004 atas nama PT. Rimba Kapuas Lestari perusahaan yang bergerak di bidang perkayuan, sekitar bulan Juli 2004 s/d Desember 2004 terdakwa melakukan penebangan dengan menggunakan jasa penduduk / masyarakat (sebagai pihak lain yang terlibat) yang dibayar secara borongan oleh terdakwa dan telah menebang sekitar 1.365 ( seribu tiga ratus enam puluh lima ) batang pohon atau setidak – tidaknya sekitar jumlah tersebut.
Selanjutnya dari penebangan kayu tersebut ditarik dengan menggunakan Buldozer atau menggunakan Wheel Loader untuk dinaikkan ke atas logging truk dan kemudian dibawa ke TPK atau ada kayu logs yang ditarik menggunakan Skider/ Timber Jack untuk dikumpulkan di TPK PT .RKL. Penebangan yang dilakukan terdakwa tanpa memiliki surat izin yang sah dari pejabat yang berwenang, dan perbuatan yang dilakukan oleh terdakwa lebih didasarkan pada izin yang tidak memenuhi persyaratan sesuai dengan peraturan yang berlaku.
Ketika dilakukan pengecekan oleh tim yang dibentuk kepala Dinas Kehutanan Provinsi Kalimantan Barat ditemukan tunggul bekas tebangan sekitar 1.365 batang pohon atau setidak–tidaknya sekitar jumlah itu dan di TPK PT. RKL 40 kayu logs yang merupakan sisa hasil tebangan yang diangkut, dikuasai atau memiliki hasil hutan yang tidak dilengkapi bersama – sama dengan surat keterangan sahnya hasil hutan.
Untuk mendukung kegiatan perusahaannya tersebut terdakwa telah memasukkan alat – alat berat ke dalam kawasan hutan Lubuk Lintang dan tidak memenuhi Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 428/Kpts-II/2003 tentang Izin Peralatan Untuk Kegiatan Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu ( IUPHHK ) pada hutan alam dan pada hutan tanaman atau kegiatan izin pemanfaatan kayu. Terdakwa hanya mendasarkan pada rekomendasi Bupati Sintang Nomor 522/0119.A/Ekbang tanggal 22 Januari 2003.
Atas perbuatan tersebut Jaksa Penuntut Umum dalam surat dakwaan sebagai berikut :
KESATU : PRIMAIR Perbuatan terdakwa dapat diancam pidana pasal 50 ayat (3) huruf e jo pasal 78 ayat (5) UU No.41 tahun 1999 tentang Kehutanan jo pasal 55 ayat (1) ke KUHP.
SUBSIDAIR : Perbuatan terdakwa dapat diancam pidana pasal 50 ayat (3) huruf f jo pasal 78 ayat (5) UU No.41 tahun 1999 tentang Kehutanan jo pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP
LEBIH SUBSIDAIR : pasal 50 ayat (3) huruf h jo pasal 78 ayat (7) UU No.41 Tahun 1999 tentang Kehutanan.
DAN KEDUA : Perbuatan terdakwa dapat diancam pidana pasal 50 ayat ( 3 ) huruf j jo 78 ayat (9) UU No. 41 tahun 1999 tentang kehutanan jo pasal 55 ( 1 ) ke 1 KUHP.
Atas dasar diatas maka penutut umum Menuntut agar Majelis Hakim Pengadilan Negeri Pontianak yang telah memeriksa dan mengadili perkara ini memutuskan sebagai berikut :

1. Menyatakan terdakwa Tian Hartono alias Buntia secara sah bersalah melakukan tindak pidana “ menebang pohon di hutan tanpa izin yang berwenang serta memasukkan alat – alat berat dalam hutan tanpa izin dari yang berwenang ” sebagaimana diatur dalam pasal 50 ayat (3) huruf e jo pasal 78 ayat (5) Undang – Undang Nomor 41 tahun 1999 tentang Kehutanan jo pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.
2. Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Tian Hartono alias Buntia dengan pidana penjara selama 10 tahun dikurangi masa tahanan sementara dan menjatuhkan pidana denda sebesar Rp. 2.000.000.000,00 ( 2 milyar rupiah ) sub.6 bulan kurungan.
3. Menyatakan barang bukti berupa :
a. 1 ( satu ) lembar foto copy peta tata batas luas kawasan hutan, 1 ( satu ) lembar foto copy peta hasil pengecekan indikasi penebangan HL, Peta lampiran BA tata batas.
Peta topografi Kalbar, Data hasil pengukuran, 1 ( satu ) lembar peta pengolahan data,Foto copy putusan Menhut No.259/kpts.II/2000, 1 ( satu ) lembar foto copy peta kawasan hutan,1 (satu) lembar peta realisasi kegiatan tata batas, 1 ( satu ) lembar peta telaahan areal kerja, Peta rencana kerja, peta pengolahan data, Peta lampiran surat keputusan, Peta kawasan hutan dan areal kerja HPH, Peta relisasi tata batas tetap terlampir pada berkas perkara.
b. 9 ( Sembilan ) bulldozer, 3 (tiga) buah wheel loader, 1 ( satu ) unit skider jack, 1 (satu) unit eskafator, 1 (satu) unit motor Greder, 1 (satu) buah logging truck, 1 (satu) buah jeep, 40 (empat puluh) batang kayu log dan 1.365 tonggak pohon dirampas untuk Negara.
4. Menetapkan agar terdakwa dibebani membayar biaya perkara sebesar Rp. 10.000,- ( sepuluh ribu rupiah).

Kasus yang diperiksa oleh Pengadilan Negeri Pontianak ini telah melewati tahap pemeriksaan dan sampai pada Putusan Hakim yaitu:

Terdakwa sudah menikmati hasil dari perbuatannya tersebut

Mengingat pasal 50 ayat (3) huruf j jo pasal 78 ayat (9) UU No.41 tahun1999 tentang Kehutanan dan peraturan lainnya yang bersangkutan, maka :
1. Menyatakan terdakwa Tian Hartono alias Buntia tidak terbukti secara syah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana seperti yang didakwakan didalam dakwaan kesatu primair, subsidair dan lebih subsidair;
2. Membebaskan terdakwa oleh Karena itu dari dakwaan tersebut;
3. Menyatkan terdakwa Tian Hartono alias Buntia telah terbukti secara syah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana membawa alat – alat berat yang patut diketahui digunakan untuk mengangkut hasil hutan di dalam kawasan hutan tanpa izin dari pejabat yang berwenang;
4. Menjatuhkan pidana oleh karena itu terhadap terdakwa dengan pidana penjara selam 2 ( dua ) tahun dan denda sebesar Rp. 1.000.000.000,- ( 1 milyar rupiah) subsidair 4 bulan kurungan;
5. Menyatakan masa penahanan yang telah dijalani oleh terdakwa dikurangkan seluruhnya dan pidana yang dijatuhkan;
6. Memerintahkan agar barang bukti berupa foto copy surat dan peta tetap terlampir di dalam berkas perkara, sedangkan surat – surat asli yang telah disita dikembalikan kepada terdakwa dan kepada yang berhak, barang bukti berupa alat berat yang terdiri dari 9 ( Sembilan ) bulldozer,3 (tiga) buah wheel loader,1 (satu) unit skider jack,1 (satu) unit eskafator,1 (satu) unit motor Greder,1 (satu) buah logging truck,1 (satu) buah jeep,40 (empat puluh) batang kayu log dan 1.365 tonggak pohon bekas tebangan dirampas oleh Negara.
7. Membebankan perkara kepada terdakwa sebesar Rp. 10.000,- ( sepuluh ribu rupiah )

Kamis tanggal 21 Desember 2006 di Pengadilan Negeri Pontianak, dengan hakim Ketua U. Simangunsong, SH, Lidya Sasando P, SH.MH dan Ramses Pasaribu, SH.MH keduanya sebagai hakim anggota. Chritian M dan M.Isya,SH sebagai panitera pengganti di hadiri Jaksa Penuntut Umum Rido Wanggono, SH.M.Hum, Penasihat hukum terdakwa dan terdakwa.

ANALISIS KASUS
Analisa berikut didasarkan pada putusan praperadilan Pengadilan Negeri Pontianak, dimana akan dicermati dari segi Penuntutan, Pembuktian dan pertimbangan Hakim dalam Putusan tersebut.

Penuntutan :
Dalam dakwaan JPU menggunakan pasal pasal 50 ayat (3) huruf e jo pasal 78 ayat (5) Undang – Undang Nomor 41 tahun 1999 tentang Kehutanan jo pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP. Yang menyatakan bahwa terdakwa Tian Hartono alias Buntia secara sah bersalah melakukan tindak pidana penebangan pohon tanpa izin.
Sebagaimana yang dijelaskan pada pasal 50 ayat (3) huruf e jo pasal 78 ayat (5) UU no 41 tahun 1999, terdapat unsur-unsur “menebang pohon di hutan tanpa izin yang berwenang serta memasukkan alat – alat berat dalam hutan tanpa izin dari yang berwenang”
Dalam tuntutan terdapat Kesatu primair, subsidair, lebih subsidair dan dakwaan kedua. Dalam tuntutan lebih dominan pada tuntutan primair. Hal ini dilihat dari dokumen yang didapat berupa surat dakwaan. JPU lebih menuntut terdakwa pada tuntutan primair, akan tetapi dapat dilihat bahwa perbuatan terdakwa tidak hanya melakukan penebangan kayu di kawasan hutan lindung tanpa ijin tetapi juga melakukan perbuatan memasukan alat berat dikawasan hutan tanpa ijin.

Pembuktian :
Dalam persidangan alat-alat bukti yang di ajukan antara lain, yaitu Keterangan saksi, Keterangan Ahli, dokumen-dokumen, dan barang bukti berupa alat-alat berat.
Keterangan saksi yang dijadikan hakim sebagai dasar kekuatan untuk mengambil keputusan adalah dengan menggunakan kesaksian dari Nelson Tambunan (saksi 12) dan Jaffray (saksi 13).
Bahwa dalam keterangan saksi 12 (Nelson Tambunan) pada tuntutan jaksa penuntut umum saksi menerangkan bahwa “adanya tumpukan kayu disekitar jalan cabang dan TPK”. Sedangkan pada kesaksian di putusan hakim saksi menerangkan bahwa “belum dapat ditentukan penebangan yang dilakukan PT. RKL berada di kawasan hutan lindung sebab jalan yang ditemukan tidak memotong trayek hasil tata batas”.
Keterangan saksi 13 ( Jaffray) pada tuntutan jaksa penuntut umum saksi menerangkan bahwa “saksi tidak mengetahui dimana letak RKT 2003 – 2004 dan di apit oleh hutan lindung, saksi belum pernah melihat tata batas hutan lindung” sedangkan pada keterangan saksi di putusan, saksi menerangkan bahwa “saksi mengetahui areal tebangan, sesuai dengan RKT dari PT.RKL yang bertugas sebagai surveior dan saksi juga mengetahui tata batas hutan lindung dimana sebelah barat dan sebelah selatan berbatasan dengan hutan lindung dan sebelah timur dan utara masih merupakan areal hutan produksi terbatas.”
Keterangan berbeda yang diberikan oleh saksi di dalam tuntutan dan kesaksian dalam putusan, tetapi hakim justru menggunakan kesaksian (12) dan (13) tersebut yang digunakan untuk dijadikan dasar kekuatan putusan, padahal kesaksian tersebut dapat dikatakan kesaksian palsu karena telah memberikan keterangan yang berbeda-beda dan keterangan yang tidak sebenarnya.
Dalam pasal 174 ayat (1) KUHAP yang berbunyi “ apabila keterangan saksi di sidang di sangka palsu, hakim ketua sidang memperingatkan dengan sungguh – sungguh kepadanya supaya memberikan keterangan yang sebenarnya dan mengemukakan ancaman pidana yang dapat dikenakan kepadanya apabila ia tetap memberikan palsu”
Adapun alat bukti berupa dokumen-dokumen dan barang-barang bukti berupa :
1. 1 ( satu ) lembar foto copy peta tata batas luas kawasan hutan
2. 1 ( satu ) lembar foto copy peta hasil pengecekan indikasi penebangan HL.
3. Peta lampiran BA tata batas.
4. Peta topografi Kalbar, Data hasil pengukuran,
5. 1 ( satu ) lembar peta pengolahan data
6. Foto copy putusan Menhut No.259/kpts.II/2000
7. 1 ( satu ) lembar foto copy peta kawasan hutan
8. 1 ( satu ) lembar peta realisasi kegiatan tata batas
9. 1 ( satu ) lembar peta telaahan areal kerja
10. Peta rencana kerja, peta pengolahan data
11. Peta lampiran surat keputusan.
12. Peta kawasan hutan dan areal kerja HPH
13. Peta relisasi tata batas
14. 9 ( Sembilan ) bulldozer.
15. 3 (tiga) buah wheel loader,
16. 1 ( satu ) unit skider jack,
17. 1 (satu) unit eskafator
18. 1 (satu) unit motor Greder,
19. 1 (satu) buah logging truck,
20. 1 (satu) buah jeep,
21. 40 (empat puluh) batang kayu log dan 1.365 tonggak pohon
Salah satu barang bukti yang ditemukan adalah 40 batang kayu logs dan 1.365 tonggak pohon, bahwa terdakwa telah melakukan penebangan diluar wilayah konsesi PT. RKL.

Putusan :
Seperti yang telah disebutkan diatas bahwa hakim memutuskan terdakwa Tian Hartono alias Buntia tidak terbukti bersalah melakukan tindak pidana seperti yang didakwakan didalam dakwaan kesatu primair, subsidair dan lebih subsidair.
Di dalam tuntutan Tian Hartono di kenakan beberapa tindak pidana, yakni :
1. Melanggar pasal 50 ayat (3) huruf e jo pasal 78 ayat (5) Undang – Undang Nomor 41 tahun 1999 tentang Kehutanan jo pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.
Karena dengan sengaja menebang pohon atau memanen atau memungut hasil hutan di dalam hutan tanpa memiliki hak atau izin dari pejabat yang berwenang.

2. Melanggar pasal 50 ayat (3) huruf j jo pasal 78 ayat (9) Undang – Undang Nomor 41 tahun 1999 tentang Kehutanan jo pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.
Karena dengan sengaja membawa alat – alat berat dan atau alat- alat lainnya yang lazim atau patut di duga akan digunakan untuk mengangkut hasil hutan di kawasan hutan. Tanpa izin dari pejabat yang berwenang.
Dan atas pertimbangan tersebut jaksa menuntut terdakwa dalam pasal 50 ayat (3) huruf e jo pasal 78 ayat (5) Undang – Undang Nomor 41 tahun 1999 tentang Kehutanan jo pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP dan menjatuhkan pidana terhadap terdakwa dengan pidana penjara selama 10 tahun dikurangi masa tahanan sementara dan menjatuhkan pidana denda sebesar Rp. 2.000.000.000,00 ( 2 milyar rupiah ) sub.6 bulan kurungan.
Tetapi di dalam putusan hakim hanya memutuskan bahwa terdakwa Tian hartono alias Buntia bersalah karena telah memasukkan alat – alat berat ke dalam kawasan hutan lindung tanpa izin dari pejabat berwenang, dan tidak terbukti bersalah telah melakukan penebangan di kawasan hutan lindung. Hakim mengambil keputusan berdasar pada kesaksian 12 ( Nelson Tambunan) dan 13 ( Jaffray) yang tertuang dalam amar putusan.
Hingga terdakwa hanya dikenakan pidana penjara selama 2 (dua) tahun di potong masa tahanan sementara dan di kenakan pidana denda sebesar Rp. 1.000.000.000,00 ( 1 Milyar rupiah ) sub. 4 bulan kurungan. Semua barang bukti baik alat – alat berat dan 40 kayu logs serta 1365 tunggul / tonggak kayu bekas tebangan dirampas oleh Negara.
Dalam isi putusan Majelis Hakim pada point 6 “ ………….. 40 batang kayu logs serta 1365 tunggul / tonggak kayu bekas tebangan dirampas untuk Negara.”
Jika dilihat dari putusan, terdakwa tidak terbukti melakukan penebangan dikawasan hutan lindung. Tetapi barang bukti yang mendasari sebagai barang sitaan hasil penebangan diputuskan Hakim untuk di rampas oleh Negara. Hal ini bertentangan dengan pasal 194 ayat (1) KUHAP yang berbunyi ; “ dalam hal putusan pemidanaan atau bebas atau lepas dari segala tuntut hukum, pengadilan menetapkan supaya barang bukti yang disita diserahkan kepada pihak yang paling berhak menerima kembali yang namanya tercantum dalam keputusan tersebut kecuali jika menurut ketentuan Undang – undang dalam bukti itu harus dirampas untuk kepentingan Negara atau dimusnahkan atau dirusak sehingga tidak dapat dipergunakan lagi.”

KESIMPULAN
Dalam pertimbangan putusan hakim, keterangan saksi 12 (Nelson Tambunan) dan 13 (Jaffray) diragukan untuk digunakan sebagai dasar pertimbangan dengan alasan bahwa keterangan saksi pada berkas tuntutan dan berkas putusan terdapat keterangan yang berbeda dan terjadi kesalahan pada penulisan, atas saksi yang sama dari pertanyaan yang sama. Begitu halnya dengan barang bukti 40 kayu logs yang diputuskan hakim sebagai milik Negara sementara terdakwa bebas dari tuntutan terhadap penebangan di hutan lindung, yang seharusnya barang bukti tersebut dikembalikan kepada terdakwa.


0 komentar:

Posting Komentar

 
© free template by Blogspot tutorial