Jumat, 24 Oktober 2008

PENEGAKAN HUKUM TERHADAP ILLEGAL LOGGING

Oleh : Aulia. A

Pandangan terhadap hukum saat ini adalah yang kuat dia menang dan yang lemah dia kalah. Dimana ada anggapan bahwa yang miskin masuk penjara, yang kaya bebas kemana – mana. Contoh konkrit sudah ada didepan mata, seperti pada kasus illegal logging banyak pelaku yang ditangkap dan diproses rata-rata adalah buruh. Bisa dikatakan supir truk, nahkoda kapal, tukang pikul kayu dan lainnya yang bukan pelaku utama (cukong).
Perbedaannya tampak ketika seorang pelaku kelas kakap ditangkap dan diproses secara hukum di pengadilan dengan akhir putusan yang ringan bahkan bebas dari jeratan hukuman. Seperti kasus Buntia seorang Direktur PT. Rimba Kapuas Lestari yang merupakan otak pelaku yang membawa alat berat kedalam hutan lindung dengan mendapatkan hukuman yang ringan dan melakukan penebangan di Hutan Lindung Bukit Punai Laki Kabupaten Sintang yang tidak terbukti kesalahannya. Bagaimana hal ini bisa terjadi? Apa yang menjadi factor supremasi hukum agar penegakan hukum terhadap kasus illegal logging tidak tebang pilih?


Faktor Penegak Hukum
Prinsipnya hukum adalah otoritas tertinggi dan bahwa semua warga Negara – bahkan pejabat pemerintah – tunduk pada hukum dan berhak atas perlindungan hukum. Tetapi pada dasarnya yang membawa dan menerapkan hukum itu adalah pihak-pihak yang kuat. Masalah pokok penegakan hukum sebenarnya terletak pada faktor-faktor yang mungkin mempengaruhinya. “Faktor – faktor tersebut mempunyai arti yang netral, sehingga dampak positif dan negatifnya terletak pada isi faktor-faktor tersebut. Penegakan hukum senantiasa tercermin pada pola perilaku para penegak hukum yang mempunyai pengaruh utama dalam proses penegakkan hukum itu sendiri.” (Soerjono Soekanto) Bahwa didalam hukum telah jelas mengatur asas persamaan kedudukan didalam hukum (Equality Before The Law).
Undang-Undang sebagai faktor hukum utama, tetapi para penegak hukumlah sebagai pihak-pihak yang membentuk dan menerapkan hukum itu sendiri. Dalam perspektif hukum terhadap kasus illegal logging, telah dibuat Undang-undang No. 41 tahun 1999 tentang kehutanan. Didalamnya telah dijelaskan tentang aturan dan larangan untuk melakukan penebangan kayu. Ada yang memodali untuk melakukan penebangan dan masyarakat diiming-iming dengan upah, sebagai pemenuhan kebutuhan tambahan mereka mau melakukan kerja itu walau akhirnya melanggar peraturan dan terjerumus dalam jeratan hukum.
Kejahatan illegal logging telah terorganisir, mulai dari pemodal, pekerja dan oknum para pihak birokrat yang bermartabat pun ikut terlibat membantu memuluskan jalannya kegiatan haram ini. Hal tersebut bukan opini belaka melainkan fakta yang terjadi di Indonesia. Contoh kasus Ketapang menjadi pelajaran bagi semua pihak, kejadian yang membukakan mata untuk melihat fakta yang sebenarnya terjadi ketika tim dari Mabes Polri melakukan penertiban illegal looging. Mulai dari cukong, oknum Dinas Kehutanan dan oknum Kepolisian mereka semua, oknum Birokrat yang terjaring dalam razia dan penertiban kayu liar adalah orang-orang kuat yang mempunyai jabatan dan martabat.
Ini salah satu proses penegakkan hukum terhadap kasus illegal logging. Dimana aparat penegak hukum telah berupaya melaksanakan penegakkan hukum itu sendiri. Lalu bagaimana terhadap proses penegakkan hukum dipersidangan bagi pelaku pencurian kayu ini. Apakah hanya sampai pada saat penangkapan saja yang sempat menggegerkan media diseluruh Indonesia? Atau putusan Pengadilan yang membuat semua masyarakat kecewa? Itu tergantung kepada yang kuat dan para penguasa yang berkuasa untuk menegakkan hukum.
Dari beberapa contoh kasus diatas merupakan gambaran penegakkan hukum terhadap tindak pidana kejahatan illegal logging, akan tetapi tak jarang pula segelintir kasus illegal logging dapat diselesaikan dengan rasa keadilan bagi semua pihak terutama masyarakat. Perlunya koordinasi terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi penegakan hukum baik itu dari masyarakat, aparat penegak hukum itu sendiri yang antara lain pihak Kepolisian, Kejaksaan dan Hakim sebagai penentu dan pengambil keputusan. Penegak hukum merupakan golongan panutan bagi masyarakat, yang untuk itu hendaknya mempunyai kemampuan-kemampuan untuk menghadapai dan menyelesaikan permasalahan atau kasus yang khususnya kasus illegal logging.

Dampak Illegal logging
Inilah yang terjadi di bumi Indonesia, illegal logging adalah salah satu criminal yang sangat merugikan Negara bahkan Dunia. Yang mana asset Negara salah satunya Sumber Daya Alam habis, dan sebagai pemilik asset (Rakyat) hanya bisa gigit jari ketika melihat harta kekayaannya dicuri dan tanpa bisa berbuat sesuatu untuk mengambil kembali haknya tersebut. Karena kemampuan untuk mempertahankan aset ini masyarakat hanya bertumpu dan berharap pada penguasa yang melakukan penegakan hukum.
Efek dan dampak negative yang muncul akibat illegal logging, Dunia merasakan dampaknya ketika populasi hutan mulai berkurang di Bumi ini seperti mencairnya gunung es salah satu fenomena alam yang terjadi karena pemanasan global yang merupakan akibat dari kejahatan yang dilakukan oleh tangan-tangan kotor yang menebang kayu secara serampangan tanpa memperdulikan lingkungan.
Selain itu dampak kejahatan illegal logging ini berdampak pada segi ekonomi, sosial dan ekologi. Dimana dari segi ekonomi penebangan liar sangat merugikan Negara yang menyebabkan pendapatan Negara berkurang, terjadinya konflik masyarakat yang berpengaruh pada kultur social, serta dampak ekologi yang luar biasa hewan dan tumbuhan langka musnah, terjadi krisis lingkungan terjadinya kekeringan, banjir, bencana alam.
Akan tercipta kehidupan secara selaras dan seimbang apabila dari penegakkan hukum benar-benar menjalankan peranannya sesuai dengan koridor. Pengaruh hukum sangat signifikan terhadap perkembangan Negara membawa pengaruh pada pertumbuhan ekonomi, politik yang sehat, pemerataan kesehatan dan pendidikan serta social budaya.
Selengkapnya...

Kamis, 16 Oktober 2008

Illegal Logging

Pontianak Post

Jumat, 12 September 2008
Pontianak,- Aksi pembalakan liar di Kabupaten Ketapang tidak pernah ada habis-habisnya. Cukong-cukong kayu sepertinya tidak pernah takut dengan hukum yang ada di Indonesia. Mereka juga tidak pernah memikirkan kelestarian hutan, bagi generasi penerus bangsa ini.
Setelah berbagai penggagalan upaya penyelundupan yang dilakukan oleh polisi, ternyata aksi itu masih ada. Hal ini dibuktikan dengan penangkapan kayu illegal yang dilakukan oleh Polsek Pontianak Barat. Hal ini ditegaskan oleh Kapolsek Pontianak Barat AKP Marantika Sitepu kepada kepada Pontianak Post kemarin di Pontianak.

“Kita mengamankan Kayu Belian sebanyak 165 batang di wilayah hukum Polsek Pontianak Barat. Kayu itu dibawa dari Kabupaten Ketapang,” tegas Kapolsek.

Kapolsek menambahkan, penangkapan itu tidak lepas dari laporan masyarakat. Serta inteligen dari kepolisian. Menurutnya, polisi mencurigai ada sebuah motor air di Sungai Kapuas yang bersandar di Gang Bunga, Jalan Kom Yos Sudarso Pontianak, Rabu (10/9).

“Setelah kita telusuri ternyata memang benar ada satu unit kapal motor air yang mengangkut kayu belian tersebut,” ungkap Kapolsek.

Ketika polisi mendatangi lokasi, kayu-kayu itu juga sudah ada yang dinaikkan ke daratan. Kemudian, kayu itu disimpan di samping rumah-rumah penduduk di gang setempat. “Kayu sudah di tumpuk di samping rumah warga,” ujar Kapolsek.

Kapolsek mengungkapkan, dalam penangkapan yang dilakukan oleh jajarannya tersebut, berhasil meringkus seorang tersangka yang diduga sebagai pemilik kayu. “Ed sudah kita tahan di Mapolsek,” kata Kapolsek.

Tersangka, kata Kapolsek, langsung membawa kayu tersebut kepada para pembeli. “Kayu-kayu itu illegal. Kita tidak menemukan satu dokumen apapun,” jelasnya.

Menurut Kapolsek, tersangka akan dikenai dengan Undang-undang (UU) nomor 41 tahun 1999 tentang Kehutanan. Ia menambahkan, tersangka dan barang bukti kini diamankan di Mapolsek Pontianak Barat.

Penangkapan ini menambah daftar panjang, aksi penyelundupan kayu illegal asal bumi ale-ale Ketapang. Sebelumnya Pol Air Kalbar menggagalkan upaya penyelundupan 2.236 batang kayu belian tanpa dokumen.

Kemudian Kepolisian Sektor Kecamatan Sungai Kakap Kabupaten Kubu Raya (KKR) mengamankan sekitar 450 batang kayu jenis Belian tanpa dilengkapi dokumen diamankan dari sebuah kapal motor bernama Karya Utama, Rabu (20/8) di perairan Sungai Kupah KKR. Kemudian, Polsek Sei Kakap juga mengamankan sekitar 210 batang Kayu Belian dari Kendawangan. (ody)


Selengkapnya...

Mutiara Hijau

Oleh : Firanda, SH

Kalimantan Barat (Kalbar) merupakan wilayah hijau, dari dulu hingga sekarang?. Konon kabarnya hutan yang ada merupakan jatungnya dan paru-paru bumi, ini di artikan bahwa hutan Kalbar merupakan sumber kehidupan serta inspirasi bagi berbagai pihak dari dalam dan luar negeri, mereka melihat sudut pandang masing-masing dalam mencitrakan kehidupan umat manusia, serta ekosistim kehidupan makluk di bumi ini. Hutan Kalbar kaya akan beragam kehidupan hayati yang bermanfaat bagi manusia baik di peruntukan kemajuan ilmu pengetahuan maupun sumber obat-obatan bagi bermacam penyakit dan menyerang manusia bahkan sumber nutrisi bagi pertumbuhan manusia.
Zaman terus berkembang, jumlah penduduk terus bertambah, tingkat pembangunan di kota dan desa di Kalbar terus maju dengan pesat, apalagi di luar daerah, kebutuhan kayu sebagai salah satu peranan percepatan pembangunan semakin meningkat baik secara kwalitas dan kwantitas. Konsekuensi kebutuhan tersebut menimbulkan peluang dan kesempatan untuk eksploitasi hutan secara besar-besaran, kebutuhan kayu tidak memandang jenis kayu dan ukuran, semuanya digarap dan laku di pasaran, baik local , nasional bahkan internasional.

Besarnya jumlah permintaan kayu telah memacu harga kayu dipasaran baik di tingkat local, nasional dan internasional, maka untuk memenuhi kebutuhan kayu tersebut orang menebang kayu, apalagi tergiur oleh harga yang tinggi, eksploitasi kayu yang berada di hutan meningkat tajam, penggundulan hutan, pencurian kayu di hutan lindung sering terjadi contoh kasus hutan lindung Bukit Punai Laki di Kabupaten Sintang, ini sangat ironis dengan dampak yang di timbulkan, mereka tidak melihat akibat pengundulan hutan, penebang kayu dengan alasan ekonomis (devisa) dan kebutuhan perut. Serta para cukong (pemodal) mengeluarakan dana dalam jumlah milyaran rupiah untuk mendapatkan kayu, tidak perduli melanggar hukum yang penting bagi mereka adalah kayu yang berharga tinggi layaknya mutiara yang bertebaran.

Ancaman Terhadap Hutan

Sudah menjadi hukum alam bahwa dimana banyak permintaan sedangkan barangnya terbatas maka nilai jual akan semakin tinggi, ini berakibat eksploitasi tanpa batas dan tidak melihat koridor hukum lagi, hukum di buat bolak balik tanpa aturan, nafsu serakah tanpa batas untuk kaya dalam waktu singkat yang memacu semangat eksploitasi hutan, semangat tersebut membuat cukong menghamburkan milliaran rupiah untuk mendapatkan kayu-kayu tersebut, di perparah juga tidak kalah lebih nafsu oknum birokrasi dan penegak hukum mengais rezeki dengan menggadaikan harga diri dan jabatan untuk mendapatkan rupiah dari cukong-cukong kayu.

Peranan birokrat terhadap kejahatan kehutanan cukup besar dengan berbagai scenario,bentuk kejahatan dapat kita lihat misalnya dokumen terbang dan lelang, modus lainnya adalah pembukaan lahan perkebunan di lahan banyak hutan yang bernilai ekonomis menjadi trend, masyarakat di hasut serta diimingi uang yang besar dan langsung di bayar, perijinan penggergajian kayu (sawmill) tidak di tertibkan, di tambah lagi pengawasan terhadap toko-toko bangunan yang menjual kayu tidak di cek asal kayu semakin membuka lebar eksploitasi hutan yang ada semakin besar dan tidak terbendung, baik secara politik dan hukum yang berlaku di negara hukum sekalipun.

Penegakkan hukum terhadap pelaku menjadikan sumber harapan perlindungan hutan, kini berubah menjadi alat pembenaran secara sah dan menyakinkan bahwa perbuatan para pelaku pencuri kayu (illegal looging) dengan keputusan pengadilan tidak bersalah secara meyakinkan, padahal fakta sangat terang atas perbuatan tersebut telah melanggar hukum melakukan pencurian kayu, namun miliaran rupiah cukong membuat fakta menjadi temaram, lalu bagaimana nasib rakyat kecil jelata yang ada, yang hidup tanpa pendidikan tanpa tahu tentang hak dan kewajiban hukum tentang kayu, dapat di tebak mereka menjadi boneka dan kambing hitam pemilik modal (cukong) dan penguasa, mereka hanya bisa mengutuk nasib mereka yang telah di perdaya, jeruji besi menjadi batas antar dunia nyata dan dunia khayal.

Menghilangnya hutan, maka bumi secara global terancam, yang merasakan bukan hanya kita tetapi semua mahluk yang bertempat (mendiami) bumi, ketersediaan oksigen menipis, yang lebih parah dengan kondisi seperti ini menciptakan jenis penyakit yang berbahaya, tidak kalah dengan HIV, dan sangat di sesalkan obat untuk penyakit tersebut sudah musnah beriring dengan musnahnya hutan, sumber obat tersebut di dapat dari hewan dan tumbuhan yang tersedia di hutan, akibatnya zat kimia di pergunakan sebagai obat, bukannya menghilangkan penyakit zat kimia malah penyakit tersebut kebal dan menciptakan jenis yang baru dari jenis penyakit tersebut.

Anak cucu mendatang, mereka hanya mendengar cerita dan gambar bahwa orang hutan, burung ruai pernah hidup di Kalimantan barat ini, di bumi mutiara hijau, mereka tidak bisa lagi melihat kehidupan satwa di hutan, yang di lihat dalam kerangkeng dan kebun binatang, atau yang lebih parah satwa tersebut hanya berbentuk patung-patung karya seniman, hilang sudah harapan bagi mereka untuk melihat secara nyata, merasakan, menyentuh satwa dan melakukan penelitian, terputuslah sebuah ilmu di muka bumi ini tentang satwa liar yang hidup di hutan belantara, yang asli dan alami.

Pemahaman Kembali Tentang Hutan

Selama ini sumber-sumber kayu berasal dari hutan alam, hutan yang di wariskan Tuhan pada kita, namun tidak pernah kita melakukan upaya yang serius menjaga hutan apalagi melestarikan, padahal pemahaman kembali tentang hutan bukan tidak bisa dilakukan secara bersama, terpadu, terkoordinasi. Melihat luasnya wilayah dan penduduk Kalbar yang sudah terbiasa dan mengenal hutan baik jenis dan bentuk kayu yang ada. peluang yang dapat diciptakan mungkin dengan swadaya dan swakelola hutan merupakan potensi yang menjanjikan bagi semangat reboisasi hutan, 5 sampai 10 tahun mendatang kayu-kayu yang ditanam menjadi salah satu sumber penghasilan masyarakat dan devisa bagi pemerintah, dimana pasar sudah sangat menampung dengan nilai jual yang tinggi sebagai daya tarik tersendiri.

Aktivitas swadaya dan swakelola hutan menjadi embrio baru sumber pemenuhan kebutuhan kayu untuk pembangunan, yang penting kerjasama antara masyarakat sebagai pengelola dan pemerintah adalah alat tranformasi ilmu serta teknologi tentang kayu secara terpadu, maka ketergantungan terhadap hutan alam berubah menjadi dengan tersedianya kayu-kayu dari swadaya dan swakelola masyarakat, mungkinkah ini bukan hanya wacana politik tetapi sebuah realita.


Kebijakan Politik

Menyikapi maraknya kasus pencurian kayu (ilegal logging) dan semangat pemahaman kembali tentang hutan di tinjau dari swadaya dan swakelola, maka di perlukan sebuah kebijakan politik dalam bentuk produk Hukum, entah itu di tingkat nasional sampai di tingkat lokal. Produk hukum berbentuk undang-undang, peraturan daerah dan peraturan desa/ hukum adat, produk hukum tersebut mampu menjamin keleluasaan aktivitas, perlindungan serta penindakan di lapangan yang berhubungan keterlibatan berbagai pihak dengan persoalan kayu.

Produk hukum tersebut hendaknya memberi ruang pengelolaan dan penjualan kayu-kayu dari hasil swakelola dan swadaya masyarakat, perlu di perhatikan seksama bahwa produk hukum paling tidak tersosialisasikan pada masyarakat perkayuan dan penerima manfaat kayu terlebih lagi aparat yang terkait di pemerintah pusat dan daerah. Terhadap pihak yang melanggar ketentuan hukum yang berlaku atau birokrat yang berbuat penyelewengan di tindak tegas dan di berikan sanksi yang berat sebagi efek jera bagi mereka, baik sanksi pidana atau administratif.

Besar harapan dan perhatian kita bersama, ternyata penting arti hutan dalam kehidupan umat manusia, hal ini hendaknya mampu menggugah kesadaran, kewajiban, moralitas kita sebagai anak bangsa, warga masyarakat Kalbar khususnya, berbuat sesuatu dengan menyuarakan keprihatinan tentang hutan dengan cara masing-masing, dukungan terhadap pelestarian hutan sekecil apapun sangat bermakna dan bernilai adanya, bersama dan bersatu menjadikan kita kuat untuk melawan para cukong, oknum aparat, bahkan penguasa yang menyeleweng terhadap upaya pelestarian hutan, perjuangan ini bukan untuk kita tapi untuk satu generasi, mereka anak cucu kita dan darah daging kita, mereka akan menangung segala bencana serta musibah atas hilangnya hutan sebagai alat pemenuhan kebutuhan mereka kemudian hari.


Selengkapnya...

Kamis, 04 September 2008

Cukong Kayu Malaysia


Rabu, 27 Agustus 2008
Pontianak Post

Polisi Malaysia Belum Bisa Tangkap
Pontianak,- Polis Diraja Malaysia (PDRM) belum mampu menangkap cukong yang diduga mendanai aktivitas illegal logging di Kalimantan Barat. Padahal nama-nama cukong yang masuk dalam Daftar Pencarian Orang (DPO) Polda Kalbar, sudah berada di tangan mereka.
Pada tahun 2007 lalu, semasa kekuasaan Kapolda Kalbar, Brigjen Pol Zainal Abidin, sudah melakukan kerjasama dengan PDRM terkait masalah ini.
“Sebenarnya sudah ada perjanjian ekstradisi. Selama saya menjabat di sini (Polda Kalbar) belum ada DPO yang diserahkan,” kata Kapolda Kalbar Brigjen Pol Raden Nata Kesuma kepada wartawan bersama Pesuruh Jaya Polis (setingkat Kapolda) Kontijen Sarawak, Deputy Commisioner Polis Datok Mohmad Bin Saleh kemarin di Mapolda Kalbar. “Ini memang permasalahan yang menghangat. Illegal Logging memang keterlibatan antara orang Sarawak dan Kalimantan Barat. Kami Sarawak ambil tindakan dari masa ke masa, mungkin perbedaan hukum Indonesia dan Malaysia juga jadi masalah pokok,” timpal Mohmad.
Kapolda Kalbar mengungkapkan, memang benar ada beberapa nama yang masuk dalam DPO, yang diduga warga negara Malaysia yang terlibat aktifitas pembalakan liar hutan Kalbar. Kapolda pun menjelaskan, dalam melakukan penangkapan itu, tidak bisa sembarangan.
“Ternyata pernah ada DPO yang pernah datang ke sini, kita juga tidak bisa lakukan apa-apa,” ungkapnya.
Menurut Kapolda lagi, pihaknya sudah berkonsultasi dengan Mabes Polri terkait hal ini. “Kita tanya mabes, ternyata belum cukup bukti untuk melakukan penangkapan terhadap DPO itu,” katanya.
Pesuruh Jaya Polis Sarawak mengatakan, kegiatan pembalakan yang dilakukan oleh cukong-cukong asal Malaysia, bukanlah hanya permasalahan bisnis semata. “Tapi lebih pada permasalahan yang ada di negeri Sarawak,” katanya.
Kendati demikian, menurutnya permasalahan illegal logging ini memang menjadi perhatian serius pihaknya. “Ini memang perlu ditangani bersama,” ungkapnya.
Sementara itu, ketika disinggung mengenai temuan helipad di Taman Nasional Betung Kerihun perbatasan Indonesia Malaysia yang sempat heboh itu, Mohmad mengatakan, tidak mengetahui secara detail. “Saya tidak bisa koment karena saya tidak tahu apa-apa,” katanya.
Zaini Basri Konsulat Malaysia untuk Kalimantan Barat menjelaskan, helipad yang ditemukan itu, sebenarnya digunakan untuk mengukur batas sempadan kedua negara ini. “Itu pada tahun 2007 lalu,” tegasnya.
Ia menambahkan, pembuatan helipad itu di bawah perjanjian Sosek Malindo. “Tapi saya tidak tahu juga, digunakan untuk apa saat ini,” katanya.
Kapolda mengungkapkan, apakah helipad itu juga digunakan untuk aktivitas illegal logging atau untuk kegiatan lainnya. Untuk menuju daerah dimana ada helipad itu, kata Kapolda diperlukan waktu sedikitnya sembilan hari sembilan malam. “Menuju kesana memang sulit. Letaknya di tengah hutan. Tapi kita tanggung jawab karena (helipad) masuk ke daerah kita,” ungkapnya.
“Ilog untuk daerah kita (Kalbar) memang terjadi. Tapi kalau helipad itu digunakan untuk ilog, sampai saat ini belum bisa dibuktikan,” tambah orang nomor satu di koorps berbaju cokelat Kalbar ini disela-sela pertemuan PDRM Kontijen Sarawak dan Polda Kalbar. (ody)


Selengkapnya...

Minggu, 03 Agustus 2008

Empat Pelaku Illog Mulai Disidang


Pontianak Post
Jumat, 1 Agustus 2008

Nyaris Sepi Tanpa Pengunjung
Ketapang,- Empat dari 21 pelaku Illegal Logging (Illog) yang telah berada di Kabupaten Ketapang mulai disidangkan. Persidangan tersebut berlangsung, Kamis, 31 Juli, di Pengadilan Negeri Ketapang.
Empat pelaku yang dimaksud masing-masing Wijaya, Issiat Isyak, Wengki Suwandi, dan M Darwis. Persidangan keempat pelaku yang kini menjadi tahanan Kejaksaan Negeri Ketapang tersebut praktis berlangsung sepi. Seperti terlihat dalam persidangan terhadap Wijaya, tidak satu bangku pengunjung pun yang terisi. Di dalam ruang sidang utama, hanya tampak pimpinan sidang Ketua Pengadilan Negeri Parulian Saragih SH, didampingi kedua hakim lain masing-masing Santonius Tambunan SH serta Yogi Dulhadi SH. Sementara pada bangku penasehat hukum, tampak pengacara kondang Ketapang Jamhuri Amir SH bersama Sarpan Iman SH. Sedangkan pada bangku Jaksa Penuntut Umum (JPU), duduk sendirian Adriyan Perdana SH.
Wijaya dengan Nomor Perkara 158/P.B/08/PN.KTP, dikatakan Adriyan telah melanggar Pasal 50 Undang-Undang Nomor 41/1999 tentang Kehutanan. Pada Ayat 3 huruf f disebutkan setiap orang dilarang menerima, membeli atau menjual, menerima tukar, menerima titipan, menyimpan, atau memiliki hasil hutan yang diketahui atau patut diduga berasal dari kawasan hutan yang diambil atau dipungut secara tidak sah. Jika terbukti dalam persidangan nanti, maka Wijaya dapat diancam dengan pidana penjara paling lama 10 tahun dan denda paling banyak Rp5 miliar, sebagaimana disebutkan dalam Pasal 78 undang-undang tersebut.
Sementara dikatakan Adriyan, untuk dakwaan lainnya, berdasarkan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), Wijaya melakukan suatu perbuatan sebagaimana disebutkan dalam Pasal 263 Ayat 1. Dalam ayat tersebut dikatakan barang siapa membuat surat palsu atau memalsukan surat yang dapat menimbulkan sesuatu hak, perikatan atau pembebasan hutang, atau yang diperuntukkan sebagai bukti daripada sesuatu hal dengan maksud untuk memakai atau menyuruh orang lain memakai surat tersebut, seolah-olah isinya benar dan tidak dipalsu, diancam jika pemakaian tersebut dapat menimbulkan kerugian, karena pemalsuan surat, dengan pidana penjara paling lama enam tahun.
Persidangan lanjutan terhadap Wijaya rencananya akan dilakukan pada 2 minggu mendatang. Jalannya sidang terhadap empat pelaku illegal logging tersebut dilaksanakan secara terpisah satu sama lain. Bahkan hanya Wijaya, Issiat, serta Wengki yang persidangannya dipimpin langsung ketua pengadilan. Sedangkan M Darwis menghadiri sidang yang dipimpin Wakil Ketua Pengadilan Eddy Parulian Siregar. Persidangan satu sama lain berlangsung singkat, hanya berupa pembacaan dakwaan. (ote)


Selengkapnya...

Evaluasi Pendampingan Kasus dan Membangun Jaringan Advokasi.

Berbagai informasi yang didapat dari NGO mengenai masalah-masalah kehutanan, dan akhirnya dibuat suatu pertemuan untuk merefleksikan kasus-kasus dan sharing informasi tentang pengalaman-pengalaman yang didapat dalam melakukan aksi terhadap suatu kasus, serta dapat melakukan pemetaan masalah sehingga jelas titik permasalahan yang nantinya akan mendapatkan informasi dari Tim lawyer mengenai asistensi dalam kasus hukum.
Rabu, 16 Januari 2008 dilakukan pertemuan di suatu lembaga yang bernama Pemberdayaan Partisipasi Sumber Daya Alam Kerakyatan Pancur Kasih (PPSDAK-PK). Dalam rapat diskusi tersebut, dihadiri peserta dari beberapa NGO yang terdiri dari: PPSDAK selaku tuan rumah, Yayasan Titian, KAIL, WALHI, IHSA, FLEGT, Tim Probono Lawyer dari Jakarta, dan AMAN.
Di Kalbar banyak terdapat kasus-kasus, terutama mengenai kasus kehutanan dan lingkungan. Dalam melakukan pengawalan kasus-kasus selalu tidak sampai pada tingkat pengadilan, hal ini dikarenakan kurangnya asistensi legal terhadap kasus-kasus di Kalbar.
Pengawalan kasus pada saat ditingkat pengadilan terkadang kasus-kasus tersebut selalu terlepas dari pemantauan karena tidak adanya lembaga khusus yang dapat membantu dalam menangani masalah-masalah hukum.
Permasalahan di litigasi sampai pada tingkat pengadilan sangat sulit, tim Probono Lawyer mungkin merupakan salah satu solusi untuk pemecahan permasalahan tersebut diatas. Maka dari itu hasil sharing informasi dan kesepakatan para NGO untuk membentuk suatu tim kerja dengan melibatkan pengacara sebagai praktisi hukum, yang nantinya melakukan pengumpulan data secara valid serta melakukan pendampingan kasus-kasus yang ada.
Fungsi tim pengacara untuk mendampingi dan mengetahui proses kasus sampai dimana, melobby dan meminta data penggerak hukum dan mengumpulkan data-data yang diperbaharui.


Selengkapnya...

 
© free template by Blogspot tutorial